Terjadi Kedzaliman di Dunia Pendidikan Tinggi

| Editor: Muhammad Asrori
Terjadi Kedzaliman di Dunia Pendidikan Tinggi
Ketua Komisi X DPR RI, Sutan Adil Hendra



JAKARTA - Pimpinan komisi X DPR, Sutan Adil Hendra (SAH), meminta Pemerintah mengkaji Permen Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) No.20 tahun 2017, tentang pemberian tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan Profesor.

Kebijakan Pemerintah itu, dinilai memberatkan dosen, mengingat para dosen maupun guru besar, dituntut atau diwajibkan untuk menghasilkan karya ilmiah jurnal internasional terakreditasi dalam kurun waktu tiga tahun.

“Komisi X, melihat Permen No 20 Tahun 2017 itu, perlu pengkajian serius. Mustahil rasanya menghasilkan jurnal Internasional dalam waktu tiga tahun. Pasti memakan biaya cukup besar,” tegas Sutan, usai Rapat Paripurna, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jum'at (24/2).

Menurut Sutan, hal paling memberatkan para dosen dan guru besar dengan Permenristekdikti itu, adalah untuk melakukan penelitian menelan biaya hingga Rp100 juta dan biaya publikasi sekitar Rp12-15 juta.

“Kewajiban publikasi jurnal itu, merupakan bentuk kedzaliman dunia pendidikan tinggi. Sebab, lebih mahal membuat karya ilmiah, dibanding tunjangan yang diperoleh,” kata Ketua DPD I Gerindra Provinsi Jambi itu.

SAH menambahkan penelitian yang dilakukan dosen dan guru besar di dalam negeri, tidak semudah membuatnya di luar negeri.

“Itu melanggar hak paten. Jangan semena-mena dikasih murah ke luar negeri karena itu merupakan hak cipta dosen atau guru besar,“ katanya.

Sutan menilai, jika Permenristekdikti tetap berjalan dengan pembenaran, selain bertentangan dengan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, niscaya pembentukan nasiolisme pendidikan akan gagal. Sebab, pendidikan Indonesia menggadaikan para intelektual kepada kapitalisme.

“Nilai ini sangat bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang mencanangkan Revolusi Mental. Bahkan termasuk pelanggaran terhadap hak cipta jurnal karya para dosen dan guru besar,“ ujarnya.

Karenanya SAH mendesak Kemenristekdikti, segara mengkaji ulang kebijakan ini, mengingat selain memberatkan, dosen dan guru besar, perlu perjuangan tak mudah untuk mendapatkan gelar profesor.

Pemerintah dinilainya tidak melihat dan menghargai pengabdian para profesor selama ini mengajar dan memberikan materi kuliah.

“Kami sebagai anggota komisi pendidikan belum pernah diajak bicara terkait peraturan ini. Mendatang, kita minta penjelasan dari Menristekdikti terhadap peraturan ini, yang saya yakin, sekarang semua guru besar maupun profesor keberatan,” tegasnya. (infojmambi.com)

Laporan : Bambang Subagio ll Editor: M Asrori

Baca Juga: SAH : Kekalahan di Muaro Jambi Diluar Dugaan

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya