Urgensitas Populeritas Jalan Padang Lamo: Lupa Sebelum Terkenal, Diingat Setelah Jalinsum Lumpuh?

3 Maret 2025 minggu lalu takdir Allah SWT Jalan Lintas Sumatera di perbatasan Jambi - Sumbar dan menghubungkan Muara Bungo dan Dharmasraya terputus, kepanikan pun terjadi.

Reporter: - | Editor: Admin
Urgensitas Populeritas Jalan Padang Lamo: Lupa Sebelum Terkenal, Diingat Setelah Jalinsum Lumpuh?
Rusli Abdul Roni

Oleh: Rusli Abdul Roni

3 Maret 2025 minggu lalu takdir Allah SWT Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) di titik perbatasan Jambi - Sumbar dan menghubungkan Muara Bungo (Jambi) dan Dharmasraya (Sumatera Barat) terputus, kepanikan pun terjadi. Ribuan pengendara terjebak, distribusi barang tersendat, dan masyarakat mengalami kesulitan dalam mobilitas harian. Saat krisis ini melanda, sebuah pertanyaan menggugah muncul: Mengapa kita tidak pernah benar-benar serius melihat Jalan Padang Lamo sebagai solusi alternatif, padahal ia telah lebih dulu ada sebelum Jalinsum wujud?

Baca Juga: KEMANUSIAAN UNTUK PALESTINA: Seruan Solidaritas Umat Islam dan Masyarakat Dunia

Hakikatnya Jalan Padang Lamo bukan sekadar jalur biasa. Ia adalah saksi bisu perjalanan panjang sejarah, peradaban, jalur perdagangan, dan penghubung strategis antara provinsi Jambi dan Sumatera Barat jauh sebelum kehadiran Jalinsum. Namun, ironisnya, jalur ini perlahan-lahan terlupakan, terbiarkan, dan hanya muncul dalam wacana saat krisis seperti sekarang.

Hikmah tersirat paska terputusnya Jalinsum pada minggu lalu hingga saat ini, adalah hadirnya soalan kritis: Mengapa jalur bersejarah ini tidak mendapat perhatian yang layak? Apakah kita akan terus menunggu hingga keadaan darurat lain terjadi baru mulai bertindak? yang perlu dimunculkan dalam benak kepala kita.

Baca Juga: Ibadah Haji: Perjuangan Spiritual Mengenal Allah

Mengapa? Kerena Jalan Padang Lamo menyimpan nilai sentimental historis, ekonomi dan sosial tersendiri yang tidak ternilai (setidaknya buat penulis sebagai anak asli jalur ini). Bukankah jauh sebelum Jalinsum hadir sebagai tulang punggung transportasi di Sumatera, Jalan Padang Lamo telah lama dan lebih dulu menebar bakti, berjasa dan berperan vital bagi masyarakat dan Sejarah yang menghubungkan Jambi-Sumbar -Riau? Dan kini menanti dan merayu sempati untuk diangkat kembali.

Ada sejak Zaman Kolonial: Dari Jalur Utama ke Jalan Sejarah yang Terlupakan

Baca Juga: Tenda Arafah, Mina, dan Kem Pengungsian Palestina: Titik Temu Keimanan, Perjuangan dan Kemanusiaan

Keberadaan Jalan Padang Lamo diduga kuat sudah ada sejak zaman kolonial yang melintasi wilayah perdagangan dan pengawasan kolonial sekitar kawasan pedalaman Sumatera. Terdapat bukti sejarah seperti Benteng Lamo di Muara Tebo serta beberapa peninggalan arsitektur Belanda yang menunjukkan bahwa daerah ini pernah menjadi pusat aktivitas kolonial.

Di masa lalu, selain anugerah keindahan arus Sungai Batang Hari, ruas Jalan Padang Lamo yang menyusuri pinggir aliran Sungai Batang Hari ini adalah urat nadi perdagangan yang menghubungkan wilayah-wilayah utama di Jambi dan Sumatera Barat. Jadi dahulunya jalur ini berfungsi sebagai rute hasil alam pedalamam Sumatera dengan pusat distribusi di kota-kota Pelabuhan. Dimana Para pedagang menggunakan jalur ini untuk mengangkut hasil bumi kekayaan alamnya. Menjadikan jalur ini bagian terpenting dalam rantai pasok ekonomi masyarakat, dan bukan hanya sekadar jalan penghubung antarprovinsi.

Artinya Sebelum era kendaraan bermotor dan modernisasi transportasi, jalur ini telah digunakan sebagai rute dagang melalui transportasi darat dan sungai, menyusuri Sungai Batang Hari yang menjadi arteri perdagangan utama bagi penduduk pribumi dan para pedagang dari berbagai daerah. Setelah kemerdekaan, Jalan Padang Lamo tetap berfungsi sebagai penghubung utama sebelum akhirnya tergeser oleh Jalan Lintas Sumatera.

Seiring Pembangunan Jalinsum, perhatian beralih. Fokus seolah-olah lebih condong pada jalur yang lebih modern, meninggalkan sentimental Sejarah Jalan Padang Lamo seakan tanpa nilai strategis. Tidak ada pengembangan serius, minim perawatan signifikan, sehingga pada akhirnya, jalur yang dulu berjaya ini menjadi jalan desa biasa yang tidak dianggap sebagai jalur potensial di masa depan.

Padahal, dalam perspektif tata kelola infrastruktur, kita tidak boleh ada ketergantungan penuh pada hanya satu jalur utama tanpa mempertimbangkan jalur cadangan yang sama strategisnya. Justeru, Jalan Padang Lamo seharusnya tidak hanya menjadi jalur sejarah, tetapi juga bagian dari sistem transportasi yang terintegrasi untuk memastikan konektivitas tetap berjalan meskipun terjadi bencana atau gangguan pada jalur utama.

Jalinsum Lumpuh: Saatnya Memandang Jalan Padang Lamo dengan Serius

Ketika Jalinsum terputus, dampaknya bukan hanya pada sektor transportasi, tetapi juga pada ekonomi, perdagangan, Kesehatan, Pendidikan dan aktivitas sosial masyarakat. Keterlambatan distribusi bahan pokok, mungkin juga kenaikan harga barang, hingga kesulitan akses bagi layanan kesehatan dan pendidikan adalah konsekuensi nyata dari kegagalan memiliki alternatif jalur yang memadai. Bahkan Universitas Dharmas Indonesia (UNDARI) yang mayoritas mahasiswa/i dan dosennya dari provinsi jambi -khususnya Muara Bungo-terpaksa meliburkan perkuliyahan selama Ramadhan. 

Justeru itu, momen ini harus menjadi alarm keras bagi kita semua. Seharusnya Tidak bisa lagi kita memandang Jalan Padang Lamo sebagai jalan desa semata. Tetapi harus benar-benar menjadi perhatian utama. Dan Saatnya beralih dari sekadar perbincangan ke aksi nyata: 
1.     Menyelamatkan Jalur Sentimental Historical Sejarah . Jalan ini bukan sekadar jalur transportasi, tetapi juga saksi bisu peradaban dan perdagangan sejak masa kolonial. Banyak situs sejarah di sepanjang jalur ini yang dapat dikembangkan sebagai wisata sejarah dan budaya.
2.     Revitalisasi dan menekan ketimpangan Pembangunan Infrastruktur. Pemerintah daerah dan pusat harus memprioritaskan peningkatan kualitas jalan ini, dari perbaikan aspal, pelebaran jalan, hingga pembangunan jembatan atau drainase yang diperlukan.
3.     Legitimasi sebagai Jalur Strategis. Perlu ada kebijakan konkret yang menetapkan Jalan Padang Lamo sebagai jalur penghubung resmi yang diintegrasikan dalam sistem transportasi nasional, bukan sekadar jalan alternatif darurat.
4.     Sosialisasi dan Populerisasi . Pemerintah dan Masyarakat harus mengetahui kembali pentingnya jalur ini, baik untuk kepentingan ekonomi, sejarah, maupun mobilitas. Pemerintah, akademisi, dan komunitas harus menghidupkan diskusi publik mengenai urgensi Jalan Padang Lamo.
5.     Dukungan Konektivitas, Ekonomi dan Pariwisata Selain sebagai jalur transportasi, Jalan Padang Lamo juga bisa menjadi daya tarik wisata sejarah yang dapat dikembangkan sebagai aset daerah. Potensi ini dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.

Kesimpulan

Jangan menunggu krisis berikutnya, saatnya jalan padang lamo bersinar kembali. Jalan Padang Lamo bukan sekadar jalur transportasi, tetapi juga peninggalan sejarah, jalur ekonomi, dan penyelamat konektivitas saat bencana. Keberadaannya harus lebih dipopulerkan, saatnya juga diberisentuhan dan revitalisasi. Populerisasi Jalan Padang Lamo bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga tentang menghidupkan kembali warisan yang hampir terlupakan. perencanaan matang, komitmen kuat, dan langkah konkret adalah mutlak diperlukan. 

Saat ini, pilihannya hanya ada dua: membiarkan Jalan Padang Lamo tetap menjadi jalan yang hanya diingat ketika bencana terjadi, atau menghidupkannya kembali sebagai jalur vital yang bisa menjadi penopang masa depan transportasi dan ekonomi wilayah ini. Pilihannya ada di tangan kita. Apakah kita akan terus lupa, atau kita mulai bertindak? 


Rusli Abdul Roni
HoU & Dosen  
Departemen Ilmu Sosial & Humaniora,  
College of Continuing Education (CCEd) 
Univesti Tenaga Nasional (UNITEN) 
Kampus Putrajaya Selangor-Malaysia
[email protected]

BERITA KAMI ADA DI GOOGLE NEWS | Ikuti juga Channel WhatsApp INFOJAMBI.com

Berita Terkait

Berita Lainnya